Bercanda Tidak Se-Bercanda Itu
Udah luamaaaa kali ngga nulis blog, pantesan kek rada-rada ada yang kurang selama ini, kering rasanya kalo ngga meluapkan isi hati dan otak ke dalam bentuk tulisan non ilmiah. Berhubung sekarang hati dan otak lagi berkecamuk parah, mari kita gas tulisan yang satu ini.
Pernah ngga sih kalian dituduh untuk sesuatu yang ngga kalian banget, dan itu bikin nyesek? Lebih memuakkan lagi ketika ditegur, yang bersangkutan malah bilang cuma bercanda.. c-u-m-a b-e-r-c-a-n-d-a. Lalu aku mulai mencerna kembali apakah benar cuma bercanda, atau itu hanya dalih untuk menutupi kesalahan yang sudah terlanjur dikerjakan.
Perkara "ce u em a be e er ce a en de a" itu sering kali dijadikan kata-kata keramat orang-orang yang ngga mau bertanggung jawab. Seolah korbannya adalah orang yang baperan dan sensitif melebihi dewa sehingga tidak bisa dibercandai. Hello.....?! Bercanda pun ada definisinya, intonasinya, waktunya, dan seterusnya.
Jangan kamu jadikan alasan cuma bercanda untuk merasa maha benar, karena sabar manusia ada batasnya dan karena doa orang terzalimi ada benarnya. Cuma bercanda jangan jadi alasan untuk menuduh seseorang tanpa tabayyun lebih dulu, bahkan kalo dari segi agama, Rasulullah juga udah ngebimbing kita cara becanda yang benar in case you forgot.
Daripada pake alasan cuma bercanda, bagusnya minta maaf saja, karena itu lebih ksatria. Daripada berpura-pura tidak ada apa-apa padahal ada malaikat yang mencatat perbuatan sesuai niat dan ada Tuhan yang menyaksikan dan paling Tau.
Udah ya, segitu dulu curhatnya.
FYI, tulisan ini ditulis di sela-sela ngawas ujian final mahasiswa
Comments
Post a Comment