Fenomena Gajah Terbang

Judul postingan dek Ann di atas persis sama dengan sebuah judul cerpen mbak Hanum Rais dalam kumpulan cerpennya "Berjalan di Atas Cahaya" dengan latar Eropa. Melihat situasi dan kondisi politik Indonesia terkait pemilihan presiden, membuat dek Ann yang awam politik ini tergerak untuk membagikan cerita tentang gajah terbang yang disebutkan dalam buku yang menurut dek Ann sarat makna tersebut. Nanti setelah membaca tulisan ini, silahkan kaitkan sendiri dengan fenomena sekarang. Jadi begini ceritanya sehingga Gajah pun bisa terbang walau tak pernah punya sayap.....
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dalam cerpen tersebut diceritakan bahwa Mbak Hanum diajak oleh koleganya untuk mengadakan tandem partner di lokasi yang berbeda dari biasanya untuk menjawab pertanyaan mbak Hanum mengapa temannya mau berteman dengan muslimah berjilbab sementara kebanyakan orang memandang sinis. Biasanya mereka melakukannya di sebuah cafe terkenal dan ramai didatangi pengunjung, namun kali ini koleganya mengajak pindah ke cafe lain yang tak jauh dari lokasi mereka biasanya namun memang tidak terlalu ramai. Saat berada di cafe baru itu, mbak Hanum ternyata mengakui kalau tempat tersebut tidak seburuk dugaannya untuk mengadakan tandem partner apalagi makanan yang tersedia tak kalah enak, tempatnya oke, dan ada internet juga. Kolega mbak Hanum pun kemudian bertanya tentang kekurangan lokasi baru mereka ini. Menurut mbak Hanum kekurangan cafe tersebut adalah sepi, mungkin marketing plan-nya kurang atau hanya orang-orang belum tahu, tapi ternyata cafe tersebut sempurna apalagi untuk belajar karena tidak ramai seperti di cafe sebelumnya yang tak pernah sepi manusia.

Singkat cerita, lalu temannya menjelaskan tentang fenomena ini seperti cerita tentang gajah terbang yang sebelumnya belum pernah diketahui mbak Hanum.

Kolega: "Bayangkan ketika di suatu jalan yang ramai, tiba-tiba seseorang berteriak lantang, `Lihat! Ada gajah terbang di langit!`
"Semua orang mendongak, tapi tak melihat apapun. lalu orang tadi mengatakan,"Ya Tuhan, apakah kalian punya penyakit mata atau bagaimana? Masa gajah sebesar itu tidak bisa kalian lihat?`
"lalu satu demi satu orang-orang mulai mengaku melihat si gajah dan ikut-ikutan berteriak lantang,'Ya, aku melihatnya. Gajahnya berwarna putih. 'Tak mau kalah, orang yang lain menambahkan, 'Ya Tuhan, lihatlah! Ada penunggang di atas gajah itu!' Lalu orang-orang bersahut-sahutan bahwa mereka menyaksikan apa yang orang lain juga saksikan. Jika kau menjadi salah seorang yang berkerumun tadi, apa yang akan kau katakan, Hanum?"

Mbak Hanum: "Jelas aku tidak akan ikut-ikutan. Aku akan mengatakan yang sejujurnya. Kalau memang tidak ada gajah putih terbang bersama penunggangnya di langit, mengapa aku harus ikut-ikutan? Itu pembodohan"

Kolega: "Jawabannya belum tentu, Hanum.  Kalau kau benar-benar berada dalam situasi tadi, kau akan ragu. Ragu apakah matamu memang tidak melihat apa-apa, atau apakah matamu sakit seperti kata orang tadi sehingga kau tak bisa melihat apa-apa. Ragu jika kau menyerukan kau tak melihat apa-apa, kau akan menerima konsekuensi dianggap bodoh atau sakit mata oleh orang-orang lain. Jika kau diam atau ikut-ikutan berteriak bahwa dirimu melihat si gajah terbang, kau melukai nuranimu. Akhirnya, kau akan terbawa arus keramaian orang. Mau tak mau akhirnya kau juga akan bilang kau melihat gajah terbang itu walaupun dengan berat hati karena dirimu sesungguhnya tak melihat apapun, bahkan melihat lalat terbang pun tidak."
image from google


Begitu juga terkait cafe baru dan pertemanan mereka. Kadang kita memilih tempat hanya karena ikut-ikutan orang, seolah-olah hanya satu cafe yang makanannya enak, kopinya nikmat, nyaman, murah, dan sebagainya. Padahal bisa jadi itu bukanlah pendapat kita, hanya ikut-ikutan.

Tentang pertemanan mereka, koleganya tersebut memang agak terkejut saat pertama bertemu dengan Mbak hanum setelah selama ini bertelepon, ternyata mbak Hanum adalah perempuan berjilbab dan muslim. Muslim yang sering disangka teroris dan suka kekerasan, terbelakang dan kaku dengan hijabnya, dan sebagainya yang sering di beritakan media. Namun temannya ini tidak ingin menjadi orang yang mengatakan bahwa ada gajah yang terbang di langit padahal ia sama sekali tak melihatnya.

Selanjutnya mbak Hanum menambahkan dalam cerpen:
 "Dia telah menyadarkan saya tentang betapa gampangnya kita terpengaruh orang lain padahal kita belum pernah melihat sendiri. Terlalu mudah kita mengelu-elukan orang bahwa dia adalah calon pemimpin yang hebat, calon orang kuat yang bisa mensejahterakan rakyat, dsb. Padahal kalau dirunut-runut kembali, apa yang kita pikirkan hanyalah ikut-ikutan. Atau sebaliknya, kita melihat orang yang dianggap sebagian besar orang sebagai orang yang tidak berkemampuan, tidak capable, padahal dibalik semua itu dia menyimpan segala kebolehan yang belum pernah terbukti dengan mata kepala kita sendiri."
"Sama dengan keadaan saya kali itu. Publik yang telah digosok media tanpa pernah mencari pembanding dan secara gegabah menghakimi dan mencap semua Muslim sebagai teroris adalah mereka yang mengaku melihat gajah terbang. Kini saya baru sadar, perumpamaan kolega saya ini dikenal dengan the power of the crowd, the danger of the crowd."
Nice words, mbak :)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Itulah sepenggal kisah dari buku "Berjalan di Atas Cahaya". Masih banyak kisah menarik lainnya yang mengandung hikmah luar biasa, mengajak kita berfikir, mengajak kita menjadi muslim yang baik, pokoknya menurut dek Ann, ini adalah buku yang recommended sekali buat dibaca.

Ohya, perlu dicatat juga bahwa novel ini sudah lama terbit jauh sebelum isu pemilu ya, jadi tidak ada hubungannya dengan kampanye hitam, Note it!

Comments

Popular posts from this blog

Ngopi Penuh Sensasi

5 Langkah Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di Banda Aceh

Hari Pertama Kerja