Posts

Showing posts with the label diary

Catatan Akhir Minggu: Mati Lampu

Sejauh ingatan masa kecil saya, rasanya memang di Aceh ini udah terbiasa dengan mati lampu, bukan lagi hal yang aneh jika tiba-tiba harus padam listrik, tidak ada panik yang tersisa, palingan kesal saja jika ada tugas yang harus diselesaikan. Ada satu kebiasaan lama yg sudah kami tinggalkan jika mati lampu, entah apa penyebabnya. Padahal kebiasaan itu sungguh menyenangkan bagi saya. Dulu, saat mati lampu di malam hari, kami pasti keluar rumah duduk di teras, berkumpul satu keluarga, bercerita tentang apa saja sambil sesekali menghitung bintang hingga lampu menyala. Saya lupa sejak kapan kami berhenti melakukan itu. Ketika saya ingin menghidupkan lagi suasana itu, saya rasa sia-sia. Mungkin mamak lebih memilih tidur karena lelah dan usia beliau lebih menganjurkan untuk istirahat daripada menikmati angin malam. Adik? Apalagi. Boro-boro ngumpul, keluar dari "sarang"nya aja males. Well, mungkin nanti, jika mati lampu masih menjadi tabiat, saya akan mengajak dia mengulang h...

Selalu Ada Tuhan

Menulis itu candu, setidaknya itu yang sering saya alami dan khusus untuk tulisan lepas seperti ini. Namun lain halnya kalau tulisan ilmiah berat seperti skripsi, tesis, dan disertasi, saya paling anti. :D Setelah dua tulisan selesai, bahkan sudah jam segini, pikiran saya terus minta untuk ditumpahkan ide yang dimilikinya. Jadi, saya berdamai sajalah, toh saya menulis untuk menenangkan pikiran saya, bukan orang lain..hehehe Kali ini saya akan membahas tentang orang-orang jahat yang sombong. Kenapa saya menambah kata sombong? Bukankah jahat saja cukup jelas untuk mengatakan bahwa mereka tidak punya hati? Begini alasannya. Beberapa waktu yang lalu saya dijahati oleh Rangga .  ( Rangga, apa yang kamu lakukan ke saya itu..ja..hat! )  Plakk!! Tepok seRangga!! Soalnya saya bukan Cinta, jadi bukan Mas Rangga yang saya bicarakan. (Ini apa? Okesip, mulai ga fokus, tanda nulis tengah malam). Balik lagi, saya dijahati oleh seseorang yang tidak terpikirkan sebelumnya bahwa dia ...

Pengalaman Baru: Suddenly Called Guide

Setiap sabtu saya biasanya menghabiskan waktu di rumah bermalas-malasan di kasur lalu setiap jam 11 saya akan mengajar privat TOEFL. Sabtu ini agenda saya berubah karena sedang ada teman luar kota yang berkunjung ke Aceh. Jadilah waktu leyeh-leyeh saya berkurang dan menjemput teman tersebut untuk diajak berkeliling sebentar mencari oleh-oleh dan kuliner sebelum ke bandara. Yang uniknya adalah saat mencari oleh-oleh. Saya membawanya ke sebuah toko suvenir di Banda Aceh yang sering saya kunjungi karena harganya agak lebih murah dibandingkan toko lain di sekitarnya. Setelah si kawan hampir selesai belanja, pramuniaga toko bertanya pada saya seperti ini: "nyan tamu droen?" Apakah si kawan adalah tamu saya atau bukan. Karena malas menjelaskan, saya mengiyakan saja. Padahal kawan saya ke Aceh karena ada kegiatan dari kantornya dan saya hanya menemaninya saat-saat tertentu saja ketika saya luang. Saya kira pramuniaga toko bertanya seperti itu karena dia kesal dengan sikap tema...

#CURHAT: Reverse Culture SHOCK!!!

Akhir-akhir ini kehidupan saya tak jauh-jauh dari reuni kecil-kecilan. Saya kembali bertemu teman-teman yang telah lama menanti kepulangan saya (mungkin sebenarnya menanti oleh-olehnya ;D) secara sengaja maupun tidak. Ada yang saya sengaja datang ke rumahnya karena sekaligus melihat anaknya yang baru lahir (teman-teman udah pada punya generasi penerus, bahkan ada yg udah dua), sengaja berjanji untuk bertemu di tempat-tempat nongkrong, sengaja bertemu saya di Blang Krueng, sengaja menyapa di sosial media, atau secara tidak sengaja bertemu di masjid, kondangan (yang semakin panjang saja listnya), hingga pameran. Sebelum kalian melanjutkan bacaan, saya mau disclaimer sikit ya, postingan kali ini agak panjang dan mengandung 59,90% curhat. So, silakan skip bagi yang nggak penasaran. :D Beriringan dengan pertemuan-pertemuan itu, pertanyaan-pertanyaan modus (modus dalam arti matematika) adalah: #Enak gak di sana? #Pasti susah ya adaptasi lagi?apa aja yg harus disesuaikan (lagi)? #Kapan...

Ada Apa Dengan Cinta

Ada Apa Dengan Cinta Bagi penikmat drama Indonesia kelahiran 90-an pasti sudah tidak asing lagi dengan empat kata di atas, sebuah judul film yang diperankan oleh Dian Sastro dan Nicholas Saputra. Menceritakan kisah Cinta yang akhirnya memutuskan mengejar Rangga ke bandara, mengutarakan seluruh rasa yang telah berubah dari benci menjadi suka, hingga bersedia menunggu meski berpuluh purnama harus dihitungnya. Ada apa dengan cintaku? Aku pun tak mampu menjawabnya. Dalam usia seperempat abadku, setiap orang yang kutemui rasanya semakin penasaran saja dengannya. Belum lagi yang berusaha memaksakan saran mereka tanpa mencoba mengerti bagaimana keadaan diri ini atau membiarkanku mencari jawabnya sendiri, dan itu seringkali datang dari orang-orang terdekat yang katanya peduli padaku. Tak ada kisah seperti Rangga dan Cinta yang bisa kuceritakan pada mereka, karena ini bukan drama melainkan kisah nyata yang lebih banyak tantangannya dan tak selesai dalam satu atau dua jam saja. Alurnya lebih ...

Ketidakmungkinan yang Aku Semogakan

Tak pernah terlintas dalam pikiran sehatku sebelumnya bahwa aku akan berada dalam situasi seperti ini. Mungkin, jika ada sebuah ungkapan kekinian yang cocok untuk ini adalah: ketidakmungkinan yang aku semogakan. Dulu, saat mendengar kalimat itu, aku merasa kata-kata apa-apaan itu, bagaimana mungkin menyemogakan sesuatu yang kita pun yakin itu tak mungkin. Ternyata sepotong ungkapan itu kini terasa penuh makna dan benar-benar cocok. Kalian tau kisah Nabi Muhammad saw. dan pamannya Abu Thalib? Abu Thalib adalah paman Nabi yang cukup dekat dengan beliau, selalu mendukung ajaran Rasul, selalu menjadi orang-orang terdepan dalam mempercayai ucapan keponakannya itu, selalu membantu dan sayang sekali kepada baginda Rasulullah. Namun, ternyata kasih sayang yang timbal balik itu tidak bisa mengubah keyakinan Abu Thalib, beliau tetap saja mempertahankan ajaran nenek moyang bangsa Jahiliyah untuk dianutnya. Berjuta kali Rasul berdoa kepada Allah agar Abu Thalib dibukakan pintu hatinya untuk mener...

Maha Mendengar

Dulunya aku memang pernah bermimpi bahwa sebelum melanjutkan studi ke luar negeri, aku ingin menjadi agen Islam yang baik, bahkan jika bisa aku mampu menjadi inspirasi tersendiri bagi non-muslim sehingga mereka mempunyai ketertarikan terhadap Islam, atau merubah persepsi yang dulunya skeptis tentang Islam, lebih beruntung lagi jika nantinya ada yang kembali fitrah dalam keislaman. Sebuah cita-cita yang pernah menjadi list panjang doa-doaku selepas shalat namun kemudian menguap begitu saja. Aku merasa saat menginjakkan kaki di sana, keinginanku agak sedikit susah tercapai, apalagi dengan berbagai macam adaptasi yang harus kusesuaikan hingga lama-kelamaan cita-cita mulia itu terkubur oleh kesibukan-kesibukan dunia. Aku tak lagi benar-benar berusaha membuat diri ini sedemikian rupa sehingga bisa menjadi contoh teladan yang baik, menjaga sikap, dan seterusnya. Aku hanya kemudian menjadi diri sendiri, diri yang kadang cukup terbuka dengan perubahan meski tetap kujaga garis batas tentang ha...

Aku pada-Mu

Saat ini tiada yang paling mengerti diri ini selain Ilahi rabbii... Yang telah menuliskan kisah hidup ini dengan penuh misteri lalu menyingkap setiap tabirnya satu-satu seiring waktu... Keluarga, teman, bahkan terkadang diri sendiri pun tak tahu sebenarnya apa yang kuinginkan... Orang-orang berusaha memberikan sarannya sesuai pengalaman dan pemahaman mereka dengan dalih peduli, sayang, dan inginku bahagia menurut versi mereka... Tapi, seakan saran-saran mereka itu malah membuatku semakin bingung dan terkadang bertanya sebenarnya apa yang kuinginkan, apa yang kubutuhkan, dan hidup siapa ini? Terkadang seseorang memberikanmu saran hanya karena mereka merasa peduli, padahal nyatanya mereka sendiri tidak sadar bahwa mereka tidak benar-benar demikian, terkadang saran disampaikan hanya karena mereka ingin didengarkan dan merasa sudah berpengalaman... Bukan ku tak menghargai semua itu, tapi bukankah ini hidupku, keputusan akhir di tanganku, kebahagiaan itu ada saat aku benar-benar meras...

Takdir Sedang Mengajakku Bercanda

Saat aku sudah tidak lagi se-semangat dulu mencari tau tentang sesuatu yang masih menjadi misteri sampai saat ini, tiba-tiba aku dihadapkan pada sebuah kejadian sederhana namun penuh makna. Baru saja setelah shalat Ashar di hari Jumat saat hujan sedang turun dengan lebat aku memunajatkan doa menyerahkan segala urusan pada-Nya lalu setelahnya aku sedikit rajin melantunkan ayat-ayatnya yang terangkum dalam surat ke-18 dalam al-Quran, aku langsung dihadapkan pada sebaris notifikasi yang membuatku tersenyum sendiri bahkan meningkatkan intensitas suaraku membaca ayat suci Ilahi. Tersenyum senang sekaligus tak tenang, sepertinya doaku barusan langsung menembus langit terijabah tanpa hijab. Tapi tentu saja jawaban doa itu tak sejelas 1+2, tetap saja punya rumus dan teka-teki yang masih harus diselesaikan. Apalagi kemudian notifikasi selanjutnya malah lebih membuatku semakin tak tahu berkata apa, dua hal dalam satu pembahasan, dua hal yang sama-sama sedang berada dalam pertimbangan. Langsu...

Tentang Pulang

Saat mengingat pulang, terkadang aku sudah tak sabar lagi menukarkan kertas A4 bertuliskan detil kepulanganku dengan boarding pass di konter maskapai berwarna ungu itu. Mungkin saja aku sudah mulai jengah dengan kehidupan negeri dongeng di sini, rasanya segalanya serba indah, mudah, dan nyaman. Tapi jauh di dalam hati ini, ada kehampaan yang terasa, tak lengkap tanpa orang tua, dan tanpa cinta. Mungkin itu alasanku kenapa ingin pulang. Sebaliknya, ada sisi lain dalam hati ini yang tak ingin kembali. Aku belum siap meninggalkan negara ini, masih banyak hal yang ingin kulakukan di sini, aku belum selesai dengan kota ini. Ditambah lagi rasa khawatir yang akhir-akhir ini tak pernah lagi pergi dan semakin bertambah saja. Khawatir tentang bagaimana aku harus beradaptasi lagi dengan reverse culture shock seperti cuaca, transportasi, currency, listrik, gempa, internet, tayangan televisi, politik negeri dan masih banyak lagi. Cemasku kian bertambah saat aku memikirkan tentang gelar master...