10 Tahun Tsunami Aceh: Surat Untuk Ayah
Sepuluh tahun lalu
masih terekam kuat di ingatku
selalu terpatri lekat di sanubariku
tentang kisah terakhirku bersamamu
terik matahari hari itu seolah ikut menjadi saksi
tentang kasih sayang yang kau beri
tentang cinta seorang ayah untuk sang putri
pagi itu engkau terlihat kecewa
mendapatiku masih tertidur belum terkumpul nyawa
lalu berkata agar aku tak lagi mengulang hal yang sama
sebagai seorang siswi sekolah agama
sudah seharusnya aku tidak shalat subuh di waktu dhuha
kukira itu adalah pesan harian yang mungkin akan kudengar lagi di lain hari
jika aku terlambat lagi menyambut pagi
namun ternyata tak kan pernah ada lagi
pesan itu atau pesan lainnya meski hal sama terulang kembali
karena setelahnya kita terpisah oleh sebuah takdir Allah
melalui gulungan ombak air laut yang marah
menghilangkan jejakmu tanpa arah
Ayah
sungguh sepuluh tahun sudah aku tak pernah menatap wajah teduhmu
selain dalam foto dan bunga tidurku
sepuluh tahun pula aku kehilangan cerita-cerita dan nasehatmu
bahkan marahmu pun kini kurindu
Ayah
sekarang aku sudah hampir dua lima
bukan lagi siswi tsanawiyah kelas tiga
Ayah
aku berhasil sekolah di Modal Bangsa
sebagaimana dulu yang ayah sarankan sedikit memaksa
dan selalu kutolak mentah-mentah dengan keras kepala
Ayah
aku sudah sarjana dan sekarang sedang kuliah es dua
di negeri jauh menuntut ilmu untuk membuat ayah bangga
Ayah
aku tetap anakmu meski kita sudah berbeda dunia
sosok paling keren yang selalu aku sebut dalam doa
Ayah
terimakasih untuk segalanya
kenangan 10 tahun lalu adalah kenangan terbaik darimu
pesan terakhir seorang ayah buat anak perempuannya untuk menjaga shalat
pesan terindah sepanjang hayat
masih terekam kuat di ingatku
selalu terpatri lekat di sanubariku
tentang kisah terakhirku bersamamu
terik matahari hari itu seolah ikut menjadi saksi
tentang kasih sayang yang kau beri
tentang cinta seorang ayah untuk sang putri
pagi itu engkau terlihat kecewa
mendapatiku masih tertidur belum terkumpul nyawa
lalu berkata agar aku tak lagi mengulang hal yang sama
sebagai seorang siswi sekolah agama
sudah seharusnya aku tidak shalat subuh di waktu dhuha
kukira itu adalah pesan harian yang mungkin akan kudengar lagi di lain hari
jika aku terlambat lagi menyambut pagi
namun ternyata tak kan pernah ada lagi
pesan itu atau pesan lainnya meski hal sama terulang kembali
karena setelahnya kita terpisah oleh sebuah takdir Allah
melalui gulungan ombak air laut yang marah
menghilangkan jejakmu tanpa arah
Ayah
sungguh sepuluh tahun sudah aku tak pernah menatap wajah teduhmu
selain dalam foto dan bunga tidurku
sepuluh tahun pula aku kehilangan cerita-cerita dan nasehatmu
bahkan marahmu pun kini kurindu
Ayah
sekarang aku sudah hampir dua lima
bukan lagi siswi tsanawiyah kelas tiga
Ayah
aku berhasil sekolah di Modal Bangsa
sebagaimana dulu yang ayah sarankan sedikit memaksa
dan selalu kutolak mentah-mentah dengan keras kepala
Ayah
aku sudah sarjana dan sekarang sedang kuliah es dua
di negeri jauh menuntut ilmu untuk membuat ayah bangga
Ayah
aku tetap anakmu meski kita sudah berbeda dunia
sosok paling keren yang selalu aku sebut dalam doa
Ayah
terimakasih untuk segalanya
kenangan 10 tahun lalu adalah kenangan terbaik darimu
pesan terakhir seorang ayah buat anak perempuannya untuk menjaga shalat
pesan terindah sepanjang hayat
Comments
Post a Comment