Ketika Cinta Harus Memilih

Masih dalam suasana Idul Adha yang identik dengan pemotongan hewan kurban, saya jadi teringat tentang sebuah film pendek yang saya tonton di youtube beberapa waktu lalu. Kisahnya mirip dengan kisah Nabi Ibrahim a.s. saat diuji cintanya kepada Allah untuk mengorbankan anak kesayangan beliau. Ujian yang sangat berat karena disitulah pembuktian tentang seberapa besar ketaatan seorang hamba akan perintah Tuhannya namun di saat bersamaan ujian itu secara langsung melibatkan cinta seorang ayah terhadap anaknya. Di satu sisi, ketaatan kepada Allah adalah sesuatu hal yang mutlak dilaksanakan apalagi beliau adalah seorang Rasul, namun di sisi lainnya pembuktian taat itu harusnya mengorbankan seseorang yang teramat dicintai dan pernah sangat dinanti kehadirannya dalam jangka waktu yang sangat lama.

Kembali ke film pendek yang saya tonton, ceritanya tentang seseorang lelaki yang akan segera menikahi wanita shalehah. Tapi, ada syarat tertentu yang diajukan orang tua calon mempelai wanita yaitu saat pernikahan, ibu sang lelaki tak boleh hadir karena dulunya si ibu hanyalah pembantu di rumah si wanita shalehah tersebut. Sungguh sebuah syarat yang cukup membuat pria ini uring-uringan sampai bertanya kepada ahli agama. Bagaimana mungkin ibunya tak hadir dalam acara sakral begitu. Seorang ibu yang telah membesarkannya dari kecil dengan jerih payah menjadi asisten rumah tangga ditambah lagi orang tua satu-satunya yang dia miliki adalah tinggal sang ibu saja. Namun, ibunya sungguh ingin sekali melihat anaknya menikah sampai terus saja bercerita tentang kebingungannya ingin membeli hadiah pernikahan apa buat anak semata wayangnya itu.

Akhirnya, dengan tetesan air mata si anak mengungkapkan pada ibunya kalau ia tidak jadi menikah, ia tidak mau menerima jika pernikahan itu tidak disaksikan sang ibu.

Ternyata syarat aneh itu tidak pernah ada. Hanya skenario si perempuan. Mana mungkin seorang wanita shalehah dari keluarga baik-baik mengajukan syarat begitu. Ternyata calon pengantin ini ingin menguji calon suaminya, bagaimana perlakuannya terhadap ibu yang telah melahirkan dan membesarkannya. Setelahnya, gadis muslimah itu semakin yakin bahwa sang pria adalah orang yang tepat untuk mengimaminya kelak.

Begitulah, kadang ujian itu hanyalah skenario belaka. Seperti kisah Nabi Ibrahim a.s, Allah hanya ingin melihat ketaatan beliau, namun saat penyembelihan akan benar-benar terjadi, anaknya diganti dengan kibas oleh malaikat berdasarkan perintah Allah. Begitulah saat kita lulus ujian Tuhan, saat kita merasa kita akan kehilangan sesuatu, ternyata Allah malah menggantinya dengan yang lebih baik, bahkan dalam kedua cerita di atas, semua happy ending, semua keinginan terkabul asal kita ikhlas dan tawakkal dalam menjalankan perintah-Nya. Hanya saja terkadang kita tak cukup sabar untuk menjalaninya sehingga seringkali gagal entah itu karena keimanan yang tipis entah itu karena tak sanggup menahan bujuk rayu bala tentara iblis, na'udzubillaah.

Untuk readers sekalian, semoga kita punya cukup banyak stok kesabaran, tawakkal, dan iman supaya bisa lulus dalam ujian Allah dan menyaksikan betapa indahnya hadiah kelulusan dan hikmah yang telah ditetapkan. Aamiiin

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ngopi Penuh Sensasi

5 Langkah Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di Banda Aceh

Hari Pertama Kerja