Balada Setelah Esdua

Saya mendapat ide untuk menulis postingan ini setelah membaca tulisan lama saya berjudul "Balada Setelah Sarjana". Sepertinya memang kali ini saya menghadapi masalah yang hampir sama, "kata orang" a.k.a doktrin mainstream.

Well, sebelum saya bahas satu persatu, saya ingin menceritakan keadaan saya sekarang menjawab pertanyaan di postingan yang saya sebutkan di atas. 

Saya telah berhasil keluar dari "lingkaran setan doktrin publik" dan sukses memperjuangkan passion saya. Now, I got the master degree. Kelihatannya mulus, tapi jika dirunut lagi, ternyata nggak gampang, saya harus melewati bermacam cobaan dalam waktu yang tidak singkat, tapi ketika dapat, itu nikmat!

Setelah dapat gelar master, apakah hidup saya terbebas dari drama? Sejenak iya, tapi begitu saya menginjakkan kaki di Tanah Air, season 2 langsung tayang membuat saya benar-benar merasakan reverse culture shock sampai hampir gila kalau saya tak punya agama.

Yang saya percaya:
1. Seorang wanita selesai s2 tidak berarti langsung dapat tiket gratis ketemu mantan, eh ketemu jodoh masa depan maksudnya.

2. Seorang wanita berhak melanjutkan pendidikannya ke jenjang doctoral degree meski belum ada suami, apa salahnya mengisi waktu dengan hal yang bermanfaat sambil menunggu jodoh yang masih tersesat.

3. Saya harus mendapatkan pekerjaan, tapi sepertinya yang cocok bagi saya adalah pekerjaan lepas karena jiwa saya bebas. Kerjaan juga harus jelas dan menjunjung professionalitas.

Yang saya alami:
1. Dikenalkan dengan entah siapa-siapa. Saya iyakan saja meskipun saya sudah pelajari bahwa pola yang sama selalu berlaku dalam hal ini. Eh ujung-ujungnya malah saya juga kena ceramah lagi, dibilang pemilih, ga usaha, ga mau kenalan, de el el. Terus yang saya lakukan di awal tadi apa? Don't you people realise that everyone's timing is different either slightly or totally?

Belum lagi dibilang ga mau kawin, ga mikir kawin, ga bahagia, ga menjaga kesucian, ga menghindari fitnah. Dan semuanya datang dari orang-orang terdekat yang harusnya mengerti how hard my battle is! It hurts, it sucks!!!

2. Dilarang keras melanjutkan studi dengan ditakuti-takuti akan menjadi perawan tua. Apakah ada hubungannya? Kalau melihat mentalitas rakyat kita memang ada, tapi sekali lagi jika percaya pada takdir dan janji Maha Kuasa, saya rasa khawatir itu sia-sia.

3. Diterima kerja di tempat yang saya hindari. Saya jalani, saya tau persis naluri saya tak pernah bohong. Saya tidak cocok di sini.

Lalu pertanyaan saya masih sama, kapankah saya bahagia kalau begini ceritanya? Haruskah saya mengikuti opini publik? Saya hidup untuk siapa? Kalau saya nggak bahagia ada yang mau tanggung jawab? Kalau saya gila, masih ada yang mau kenal saya? Kalau saya masuk neraka karena hal-hal yang tidak saya suka tapi kalian paksa untuk saya lakukan, apakah kalian pasti masuk surga dan ada yang mau gantian tempat sama saya nantinya?

Kalaupun nanti saya menikah, lulus s3, punya anak-anak ceria, saya yakin masih banyak yang pada nyinyir. Masih ada balada-balada setelah bla bla bla. 


Comments

Popular posts from this blog

Ngopi Penuh Sensasi

5 Langkah Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di Banda Aceh

Hari Pertama Kerja