Maybe God Is Making You Wait Because He Wants You To Learn That There’s No Timeline For Anything In Life (Indonesian Version)
Ini adalah tulisan versi Bahasa Indonesia menurut saya dari
tulisannya Rania Naim. Saya menulis ulang tulisannya dalam Bahasa Indonesia
karena menurut saya tulisannya bagus dan ingin menambah beberapa pendapat dan
pengalaman saya tentang tulisan tersebut.
Tulisan Rania yang saya terjemahkan akan saya buat dalam format rata kanan dan bold, sedangkan pendapat saya akan berbentuk rata kiri dengan efek italic.
Tulisan Rania yang saya terjemahkan akan saya buat dalam format rata kanan dan bold, sedangkan pendapat saya akan berbentuk rata kiri dengan efek italic.
Tulisan aslinya dalam bahasa Inggris bisa dilihat di link ini. Mohon maaf jika postingan kali ini agak panjang ya, lovely readers!
***
Mungkin Tuhan Membuatmu Menunggu Karena Ia Ingin Kamu Belajar Bahwa Tidak Ada yang Namanya Batas Waktu untuk Apapun dalam Hidup
Mungkin kamu tidak menjadi yang kamu mau saat berusia 20, 30, atau 40 karena Tuhan sedang mengajarkanmu bahwa kamu tidak boleh terus hidup berdasarkan apa yang diinginkan lingkunganmu, atau apa yang orang tuamu harapkan, atau bahkan apa yang kamu inginkan. Mungkin, pelajarannya adalah untuk melepaskan semua ekspektasi, membiarkan pergi semua batas waktu, dan membiarkan berlalu pendapat tentang bahwa di usia tertentu, kamu harus lebih begini dan begitu dibandingkan orang lain, atau kamu harus mendapatkan A, B, C, hingga Z.
Seringkali hal yang membuat kita cemas dan risau adalah
tuntutan orang lain dan lingkungan yang telah mengkotak-kotakkan umur seseorang
sehingga lambat laun kita setuju dan akhirnya berpikir demikian sehingga ketika
kita tidak mencapai sesuatu di usia tertentu, hampir sebagian besar waktu
dihabiskan uring-uringan meratapi nasib. Padahal tidak pernah ada aturan baku
untuk umur dan pencapaian seseorang, kita lah yang dijebak dan menjebakkan diri
di dalamnya.
Mungkin kamu masih sendiri karena Tuhan sedang mencoba mengajarkanmu tentang jenis cinta yang lain, cinta yang kamu berikan untuk temanmu, keluargamu, pekerjaanmu, dan dirimu sendiri. Mungkin Dia ingin kamu belajar bagaimana caranya hidup tanpa pengakuan terus menerus yang kamu butuhkan dari seorang pasangan dan Tuhan Tau perjalanan hidupmu saat ini penuh dengan traveling, eksplorasi diri, dan perpindahan yang menyebabkan ikatan dengan pasangan bukanlah hal yang tepat untukmu saat ini. Mungkin Tuhan sedang mengajarkanmu bagaimana caranya berjalan sebelum berlari.
Salah satu ibrah dari masih
sendiri adalah leluasanya kita menebar cinta dalam bentuk kemanfaatan untuk
sesama. Pernah suatu waktu sepulang dari sebuah kegiatan sekitar pukul 21.00
WIB saya bertafakkur tentang kesendirian saya. Saya mencoba berandai-andai saat
itu. Jika saya sudah menikah, belum tentu saya masih bisa se-mobile dan sefleksibel itu dalam
mengikuti berbagai kegiatan dan berbagi ilmu dan pengalaman ke orang lain
karena saya sudah punya prioritas baru jika sudah menikah. Mungkin memang di
usia sekarang, kesendirian saya jauh lebih bermanfaat untuk sekitar daripada
jika saya sudah terikat hingga memang nanti saatnya saya lebih bermanfaat
kepada orang lain jika saya sudah berdua. Bukankah sebaik-baik manusia adalah
yang bermanfaat bagi manusia lainnya? Jadi saya jalani sajalah waktu saya ini
selagi sendiri.
Mungkin Tuhan terus mengulang pelajaran yang sama untukmu karena Ia ingin kamu belajar seni tentang mencoba, tidak putus asa, dan seni hidup dengan kekecewaan, dan bagaimana hidup dengan kemunduran karena hal-hal tersebut selalu menemani hari-harimu.
Seseorang yang sudah umurnya untuk menikah menurut entah
siapa itu, kadang memang sudah cukup lelah dengan segala pertanyaan yang sama,
atau bahkan ‘tuduhan’ yang sama. Yang paling sering saya alami adalah tuduhan
bahwa saya adalah seseorang yang terlalu pemilih, standar tinggi, tidak mau membuka
diri, dan sejenisnya. Saya terus dicoba untuk bersabar menghadapi tuduhan itu
dengan senyuman. Mereka tidak tahu persis bagaimana cerita saya sehingga mereka cukup tajam lidahnya, kalau tidak sabar, mungkin sudah saya tonjok mukanya atau
unfriend sosmednya. Mereka tidak tau bagaimana saya terus mencoba, membuka
diri, merendahkan diri sampai direndahkan yang tidak terjadi sekali dua kali,
dan itu sakit plus melelahkan. Dan Tuhan mungkin ingin saya lebih kuat lagi.
Mungkin Tuhan sedang memcoba mengajarkanmu untuk tidak terlalu serius dalam hidup. Mungkin hikmahnya adalah menikmati hidup sebagaimana adanya daripada terlalu memikirkan deadlines, batas waktu, dan tanggal kadaluarsa. Mungkin hidup memang begitu, tanpa batas usia dan waktu dan kita hanya harus menerimanya.
Pada akhirnya memang jika kita mau tidak ambil pusing dengan
semua omongan dan deadline yang dibuat orang-orang, kita jadi lebih bisa
menikmati hidup. Tidak terlalu serius dengan hal yang bertemakan jodoh dan
terus memperbaiki diri tanpa berharap jodoh sambil mengerjakan hal-hal yang
membahagiakan adalah solusi jitu. Mungkin terlihat keras hati atau bahkan
menyedihkan di mata sebagian orang, ya tapi who cares... biarlah mata mereka
lelah :p
Mungkin menunggu adalah istilah lain dari melepaskan. Seakan-akan Tuhan sedang memberikanmu petunjuk untuk melepaskan tanpa rasa cemas tentang apa yang akan terjadi karena Dia akan memberikanmu penghargaan dengan yang lebih baik.
Melepaskan sesuatu yang pada awalnya terlihat seperti harapan baru memang bukan hal mudah. Tetapi jika saya ingin kembali kepada pemikiran
tentang kasih sayang Allah, saya jadi bahagia bahwa apa-apa yang harus saya
lepaskan meski berat adalah untuk kebaikan saya. Seseorang yang menyia-nyiakan
saya di saat saya menerima dia apa adanya (benar-benar apa adanya), yang
meninggalkan saya tanpa kabar berita saat seharusnya memperjelas semuanya, yang
saya terima tanpa syarat yang berat, yang seharusnya –kalau saya boleh memilih-
tak saya pilih, adalah memang bukan yang terbaik untuk saya dan mungkin jika
dia tidak memperlakukan saya demikian, maka saya pun tak tahu cara lain untuk
melepaskan dan tak jadi mendapat penghargaan yang lebih baik dari Tuhan
nantinya.
Mungkin saya harus lebih selektif di saat saya sudah
menurunkan standar, bukan saya sombong, tapi saya ingin menghargai diri saya
sendiri lebih baik lagi. Dan mungkin inilah pelajaran yang ingin diberikan
Tuhan kepada saya, dengan melepaskan, maka saya akan bertemu dengan yang
terbaik buat saya nantinya, bukan yang saya terima apa adanya hanya karena
deadline manusia.
Mungkin Tuhan tidak ingin kamu terlalu terobsesi dengan waktu dan bagaimana orang lain menilaimu, mungkin Dia ingin kamu bebas dari semua ilusi dan khayalanmu tentang dirimu dan belajar hidup damai dengan kenyataan.
Waktu memang terus berjalan dan kadang dapat memicu
obsesi untuk mencapai hal tertentu dan
membuat orang-orang semakin menilaimu. Padahal pencapaian seseorang itu
berbeda, jikapun impian kita belum tercapai, ya sudah tidak ada yang salah
dengan itu. Yang penting tidak melanggar norma-norma yang berlaku saja.
Atau mungkin Tuhan sedang membuatmu menunggu karena semakin lama kamu menunggu, semakin besar penghargaanmu terhadap sesuatu yang akan kamu dapatkan nanti. Semakin lama kamu menunggu, semakin lama kamu menjaga apa yang akan Diberikannya untukmu. Mungkin Dia tidak ingin kamu menjadi hamba yang tidak bersyukur, Tuhan ingin kamu menghargai pemberian-pemberiannya nanti dan Dia akan memberikannya padamu saat Dia Tau kamu siap untuk menjaga dengan baik semua hadiah darinya.
Pemikiran ini yang selalu saya tanamkan terus-menerus kepada
diri saya meski tidak dapat saya pungkiri kadang saya bertanya juga kapan
adanya. Meski lelah, saya ingin selalu mendapat hikmah dari setiap cobaan yang
saya dapat. Ketika saya harus berdamai dengan perasaan (lagi), maka saya yakin
memang yang Allah siapkan untuk saya nanti jauh lebih baik lagi, yang saya akan
sangat mensyukurinya dan menjaganya karena cukup lelah perjuangan menuju tahap
itu. Ah, Aamiiin :’)
Mungkin Tuhan ingin kamu sadar bahwa semua batas waktu itu adalah bikinan manusia dengan ide dan pemikiran yang tetap, manusia dengan keadaan yang berbeda, manusia yang bahkan tidak pernah melihatmu dan manusia yang hidup dengan cara yang berbeda. Mungkin Tuhan hanya ingin kamu mengerti bahwa semua deadline yang ada sama sekali tidak mewakili hidupmu karena mereka deadline-deadline itu tidak dibuat untukmu.
Saya sudah sering menulis tentang hal ini, bahwa saya tidak
pernah mengerti darimana masyarakat berhak menentukan di umur berapa seseorang
harus menikah, punya anak, punya karir, dan seterusnya seakan-akan mereka tiada
bertuhan. Padahal kalau mau sedikit saja memeriksa keimanan, seharusnya mereka
tak perlu ribut memikirkan deadline orang lain karena setiap orang sudah
digariskan berbeda, dan deadline mereka adalah punya mereka, deadline saya adalah
punya saya.
Mungkin Tuhan hanya ingin kamu mengerti bahwa hidupmu tidak akan pernah sempurna dan tidak akan pernah berjalan sesuai rencana dan kamu hanya harus mencoba mencintai hidupmu dan mencintai-Nya tanpa kecuali.
Pernyataan di atas meski singkat tapi cukup menyentuh.
Kadang saya sering membandingkan hidup saya dengan orang lain, merasa terbuang,
merasa tidak puas dengan diri sendiri, merasa tak berguna sementara sebenarnya
di luar sana banyak teman-teman yang merasa hidup saya malah menyenangkan dan
saya punya segalanya (setidaknya seseorang pernah mengatakan begitu kepada
saya, and thanks to her). Jadi memang mungkin seharusnya saya lebih mencintai
saya dan hidup saya tanpa kecuali, beserta flaws yang ada. Karena memang setiap
orang punya cobaan masing-masing. Dan juga saya harus banyak belajar mencintai
Tuhan tanpa pamrih, tanpa kecuali, tanpa minta dikasi ini dan itu. Hanya
mencintai karena telah begitu baik kepada saya. Dan saya harus terus mencobanya.
Mungkin Dia sedang mengajarkanmu tentang cara menunggu karena Dia ingin kamu tau bahwa kamu tidak selamanya bisa mengatur hidupmu sekeras apapun kamu mencoba karena itu adalah ‘urusan’-Nya, bukan pekerjaanmu.
Penutup yang sangat baik menurut saya, karena memang sekuat
apapun saya mencoba jika memang Tuhan belum mengizinkannya, maka tidak akan ada
yang bisa mewujudkannya. Maka sekarang saya mantap menyerahkan urusan ini
pada-Nya karena memang dari awal adalah ketentuan-Nya, urusan saya hanyalah
menjadi hamba-Nya, menyembah-Nya sebagaimana firman Allah yang artinya tidak
diciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk menyembah Allah. Kadang saya lupa!
And for Rania Naim, thank you for writing and sharing your lovely thought! I translated it to Bahasa Indonesia 'cause I think your thought should be read by more and more readers.
Comments
Post a Comment