Hakikat Cinta, Ketaatan, dan Buah Kesabaran (Sebuah Renungan Idul Qurban)

Hari ini dek Ann banyak membaca dan mendengar tentang kisah Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS, anaknya. Kisah inilah yg melatarbelakangi ibadah Qurban. Tadi pagi khutbah shalat Ied nya juga tentang pengorbanan ini, buka twitter ada yg ngeretweet tulisan pak Anies Baswedan tentang kisah ini, barusan buka Facebook juga ada yg posting tentang kisah taqwa yg luar biasa antara ayah-anak ini.

Betapa luar biasanya ketaatan dan ketaqwaan kedua lelaki yang terpaut ikatan darah ini. Betapa kompaknya mereka dalam keyakinan mematuhi perintah Tuhan. Betapa teguhnya pendirian walaupun datang bertubi-tubi godaan setan.

Nabi Ibrahim taat menerima perintah Allah untuk melepaskan seorang pemuda yang sangat dicintainya, yang dulu sangat dinanti kelahirannya selama bertahun-tahun, dan yang kemudian ketika lahir dan besar tumbuh menjadi pribadi yg luar biasa. Bahkan tidak hanya sekedar melepaskan, beliau sendiri yg harus mengeksekusi proses pelepasan itu, dengan cara penyembelihan pula. Subhaanallaah!

Begitupun dengan Nabi Ismail AS yg ketika itu berusia belasan tahun, beliau rela disembelih oleh ayahnya sendiri, beliau rela berpisah dengan orang tuanya di usia yg begitu muda, beliau rela meski harus merasakan sakitnya tebasan pisau tajam, beliau rela karena itu adalah perintah Allah. Allaahu Akbar!

Maka tatkala proses penyembelihan akan berlangsung, saat itulah Allah mengutus malaikat untuk mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor kibas. Mereka telah lulus ujian Allah dan mendapat hadiah yang indah pula. Anak bapak ini masih bisa melanjutkan hidup bersama.

Lantas, di kehidupan kita sekarang, sudahkah kita se-taat duo bapak-anak ini? Atau setidaknya sudahkah kita meneladani ketaatan beliau? Padahal perintah Allah kepada kita adalah untuk kebaikan kita, padahal perintah itu tidaklah seberat cobaan iman Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Tentang hakikat cinta. Cinta kepada apa saja, baik itu harta maupun manusia. Sudahkah cinta kita kepada Allah di atas segala-galanya? Ataukah kita masih beralasan begitu banyak untuk menaati perintah Allah? Sehingga dengan alasan2 itu terjadilah pembenaran2 sampai kita lupa kalau ternyata itu kesalahan.

Atau mungkin kita sudah bisa menaati perintah-Nya namun kadang galau gundah gulana dan kawan-kawannya masih menyapa. Bisikan-bisikan syaitan masih kadang menggoyah iman. Kadang tak yakin akan adanya balasan luar biasa dari sebuah ketaatan. Balasan yg lebih indah yg tak pernah terbayangkan. Kadang tak sabar akan sebuah kepastian Tuhan. Astaghfirullaahal'adhiim.

Sungguh luar biasa pelajaran dari kisah asal usul qurban, merelakan yg paling dicinta untuk sebuah ketaatan. Menggenggam erat keyakinan sebagai bentuk dari ketaqwaan. Mendapat balasan yg terbaik sebagai buah dari kesabaran.

Selamat Hari Raya Idul Qurban 1434 H, Semoga kita lebih baik ke depan! Aamiiin.

Comments

Popular posts from this blog

Ngopi Penuh Sensasi

5 Langkah Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di Banda Aceh

Hari Pertama Kerja