Kisah Ayah

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.
Begitulah kurang lebih bunyi peribahasa yang sempat dek Ann pelajari semasa Madrasah Ibtidaiyah dulu. Artinya adalah, ketika kita telah tiada, akan ada kenangan yang kita tinggalkan. Kenangan itu adalah kesan dari orang2 yang pernah berinteraksi dengan kita; hanya ada dua kesan, baik atau buruk. Dek Ann tidak akan panjang lebar menjelaskannya. Yang ingin dek Ann bagi adalah tentang sebuah kesan yg tinggal dalam ingatan keluarga besar mamak tentang ayah yang udah meninggalkan kami sejak akhir 2004 silam.

Alhamdulillaah, ayah orang yang ramah semasa hidupnya. Menurut saudara2 dek Ann dari pihak mamak, dan yang dek Ann rasakan sendiri, ayah adalah orang yang tidak segan bercanda, kebanyakan melalui cerita-cerita beliau yang mengundang tawa. Ya, ayah sangat suka bercerita, cerita-cerita beliau selalu penuh warna, jenaka, dan kadang penuh hikmah. Entah cerita itu benar atau tidak, ayah selalu membuat suasana nyaman dengan cerita-ceritanya. Bukan dari isi cerita saja, tapi mimik dan cara beliau bercerita membuat cerita itu semakin menarik. Ada saja hal-hal yang lucu yang beliau kisahkan untuk memecah keheningan. Bahkan cerita-cerita masa konflik yang seharusnya mencekam bisa berubah menjadi cerita yang membuat kita tertawa.

Dek Ann jadi teringat novel bang Tere Liye yang judulnya Ayahku Bukan Pembohong. Di sana juga diceritakan sesosok ayah yang suka sekali bercerita. Cerita yang mungkin ketika dewasa kita anggap sebagai rekaan beliau saja, padahal dibalik itu, tentu ada tujuan yang ingin beliau sampaikan yang mungkin tidak akan menarik jika tidak dikemas dalam sebuah cerita. Begitulah ayah dengan ceritanya.
Mengalir indah mengukir kisah. Membuat kesan meninggalkan kenangan. Seorang lelaki yang belum cukup tua untuk pergi meninggalkan dunia, namun selalu hidup dalam hati keluarganya.

Allaahummaghfirlahuu, warhamhu, wa'aafihii wa'fu-'anhu. Ayah, kami rindu kisah-kisahmu. Ayah, nanti di syurga kita bercerita lagi, ya!

:)