Baju Korpri

Postingan kali ini saya tulis setelah selesai menyetrika baju seragam kenegaraan berwarna biru itu. Tetiba terlintas ide untuk menulis di blog mengenai baju korpri karena saya rasa akhir-akhir ini postingan saya terlalu abstrak, membosankan, kecurhat-curhatan, dan berat. So, let's read a lighter story (semoga).

Well, terhitung Agustus kemarin saya sudah terjebak dalam rutinitas baru di sebuah institusi pendidikan di tanah kelahiran saya. Banyak peraturan yang wajib saya ikuti meskipun pekerjaan saya terlihat tidak begitu. Salah satunya adalah menghadiri upacara setiap tanggal 17 bulan-bulan masehi. Seharusnya sudah 3 kali saya mengikutinya; 17 Agustus, 17 September, dan 17 Oktober. Namun, upacara terakhir tidak saya ikuti karena saya sedang meliburkan diri.

Sebenarnya kami diwajibkan mengenakan pakaian seragam korpri (apapun status kepegawaian kami: PNS ataupun Non PNS) Which is wei*d. Moreover, we have to buy it on our own, ---tons of wei*d... (I hate talking about this cause it leads me to choorchowl)

Upacara pertama saya masih menggunakan seragam putih hitam karena masih baru, namun muncullah desas-desus yang saya tulis dalam bintang2 di atas lalu setelah upacara kedua saya sukses menggunakan batik putih biru yang agak mirip baju korpri, maka untuk upacara selanjutnya akhirnya saya menyerah dan membeli seragam korpri.

Berhubung upacara ketiga tidak saya ikuti, maka besok adalah hari pertama saya menggunakan seragam itu; seragam yang menurut saya sudah pas di badan, namun belum klik di hati. Seragam yang pas di badanpun setelah saya bawa ke tukang jahit untuk direparasi. Seragam yang dibeli ibu saya dengan senang hati. Seragam yang cuma dipakai satu bulan sekali.


Comments

Popular posts from this blog

Ngopi Penuh Sensasi

5 Langkah Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di Banda Aceh

Hari Pertama Kerja