The Legend: Mie Hun Kak Jus Perumnas

Saya bukanlah orang yang pintar memilah milih makanan. Jika ada teman yang bertanya enak nggak, mana enak sama tempat A, seringkali saya menjawab dengan kata 'lumayan', 'bolehlah'. Karena bagi saya asal nggak aneh-aneh banget n ngga bikin saya eneg ataupun trauma, saya mah oke diajak makan dimana aja. Jadi saya bukan seseorang yang baik untuk bertanya rekomendasi tempat makan, bagi saya semuanya 11-12.

Tapi, ada beberapa makanan yang memang terasa berbeda di lidah saya bahkan hingga bertahun-tahun rasanya masih tak akan hilang di memori dan lidah. Contohnya adalah Mie Kak Jus Perumnas Blang Krueng. Legend abis dah pokoknya. Saya rasa kak Jus itu terlahir sebagai satu-satunya orang yang jago meracik mie hun yang enak bin mantap bin laziz bin oishi bin sedep bin fantastically delicious yumm yumm yummm...

Seringkali, dalam beberapa selang waktu dalam hidup saya berharap saya masih bisa merasakan enaknya mie itu, dan kali ini harapan itu muncul lagi dari sebuah chattingan saya bersama kakak tetangga yang jadi teman solid jajan mie kak Jus. Dan ketika kegalauan itu muncul kami tidak bisa berbuat apa-apa selain merasa-rasa saja fantasi rasa di lidah. Salah satu kegalauan terbesar dalam hidup saya adalah kehilangan kak Jus.


Semoga Allah selalu merahmati kak Jus dimanapun kak Jus berada sekarang. Kehilangan kak Jus saat itu adalah hal memilukan bagi kami anak-anak ingusan yang suka jajan.

Biasanya, setelah mandi sore dan berbedak cemong (tipikal anak SD 90-an), saya, kadang sendiri, kadang berdua kakak tetangga berbekal uang recehan dua ratusan (kalau nggak salah) dengan semangat berjalan kaki atau bersepeda menyusuri jalan lorong rumah yang kala itu masih sangat bernuansa desa, lalu menyeberang jalan aspal yang belum terlalu ramai ke komplek perumnas blang krueng atau jika berjalan kaki kami memilih jalan pintas lewat belakang melewati kawat2 berduri tajam yang sudah diinjak2 bekas orang sering lewat. Persis di depan sebuah rumah bercat putih di ujung pengkolan, kak Jus biasanya buka lapak dengan kursi plastik kecil untuk dudukannya dan meja plastik untuk meletakkan mie hun, sambal cabe ijo, kaleng kue yang isinya kerupuk merah putih. Kadang kami datang terlalu cepat, di lain waktu kami harus mengantri, atau terkadang kami kehabisan. Atau pernah juga kak Jus tidak berjualan.

Entah dari siapa saya pertama mengenal mie hun dewa itu, tapi sejak tau, saya hampir tak pernah absen jajan mie kak Jus. Rasanya memang tak terkalahkan, mie nya banyakan kecap tapi bumbu lainnya terasa, trus apalagi ditambah sama siraman sambal ijo yang pas banget pedasnya dan kerupuk merah putih yang sudah diremukkan pake tangan ajaib kak Jus, lalu dalam hitungan detik selesai dibungkus daun pisang..beeeuuuh... Tijus ie babas.... Kadang kami langsung menghabiskannya di jalan pulang saking ngidamnya, atau beli lebih dari satu bungkus karena kelaparan atau orang rumah juga pesan. Kalau sudah begitu uang di tangan bukan lagi recehan, tapi sudah uang kertas seribu-an berwarna biru dongker. Dan biasanya kalau sudah banyak begitu, setelah dibalut daun pisang per bungkusnya, kak Jus memasukkan bungkusan2 pisang itu ke dalam plastik bekas bungkusan mie hun yang panjang itu. Ah, secara tak langsung kak Jus mengajarkan kami untuk recycling (mulai lebay).

Kak Jus sendiri sepertinya bukan orang asli Blang Krueng a.k.a pendatang seperti saya. Kak Jus sepertinya keturunan Chinese karena rambutnya hitam lurus dan bermata sipit tapi kulitnya tidak putih sih. Terkadang kak Jus berjualan dengan payung kecil warna-warni yang melindunginya dari hujan dan plastik transparan yang menutup dagangannya agar tidak basah.

Sampai suatu hari, saya menemukan bahwa sudut pengkolan itu bersih tanpa meja dan kursi plastik kak Jus. Rumahnya juga kosong. Keesokan harinya begitu lagi. Sampai saya akhirnya berhenti karena mendapat kabar kak Jus pindah dan sejak saat itu saya tak pernah lagi mendengar kabar kak Jus.

Ah, rasanya dunia saya saat itu hampa, tidak ada lagi jajanan sore paling sedap sedunia, tidak ada lagi arah dan tujuan sore hari, tidak ada lagi mie hun cabe ijo terlezat. Tidak akan ada yang bisa membuat mie hun dan siraman cabe ijo selezat bikinan kak Jus. Dan ketika saya rindu, saya hanya bisa bersyukur pernah merasakan makanan terlezat di dunia meski cuma sesaat di suatu masa di kehidupan kecil saya.


Comments

Popular posts from this blog

Ngopi Penuh Sensasi

5 Langkah Mengurus Surat Keterangan Bebas Narkoba di Banda Aceh

Hari Pertama Kerja